Senin, 04 Maret 2013

MEMPERBAIKI AKHLAK DENGAN PENDIDIKAN AGAMA DI SEKOLAH (contoh makalah pelajaran agama)

L-News,....

Agama adalah salah satu bidang yang mengajarkan kepada kita tentang kebaikan dan mengajarkan kebenaran yang ada dunia ini. Agama menunjukan kepada kita tentang adanya tuhan yakni Allah SWT dan menjelaskan kepada kita bahwa kita hidup ini diatur dan di awasi oleh tuhan. Sehingga dalam menjalankan kehidupan ini kita harus melaksanakan segala petunjuk yang di berikan oleh Allah SWT melalui kitab yang di turunkannya melalui NabiMuhammad SAW. Kitab tersebut adalah Al Qur’an.

Berdasarkan ilmu bahasa (Etimologi) kata ”Islam” berasal dari bahasa Arab, yaitu kata salima yang berarti selamat, sentosa dan damai. Dari kata itu terbentuk kata aslama, yuslimu, islaman, yang berarti juga menyerahkan diri, tunduk, paruh, dan taat. Sedangkan muslim yaitu orang yang telah menyatakan dirinya taat, menyerahkan diri, patuh, dan tunduk kepada Allah SWT


Secara istilah (terminologi), Islam berarti suatu nama bagi agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Allah kepada manusia melalui seorang rasul. Ajaran-ajaran yang dibawa oleh Islam merupakan ajaran untuk manusia mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia. Islam merupakan ajaran yang lengkap , menyeluruh dan sempurna yang mengatur tata cara kehidupan seorang muslim baik ketika beribadah maupun ketika berinteraksi dengan lingkungannya.

Islam juga merupakan agama yang dibawa oleh Nabi Adam, Nabi Ibrahim, Nabi Ya’kub, Nabi Musa, Nabi Sulaiman, Nabi Isa as. dan nabi-nabi lainnya.
Dalam Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 132, Allah berfirman :
”Nabi Ibrahim telah berwasiat kepada anak-anaknya, demikian pula Nabi Ya’kub, Ibrahim berkata : Sesungguhnya Allah telah memilih agama Islam sebagai agamamu, sebab itu janganlah kamu meninggal melainkan dalam memeluk agama Islam”. (QS. Al-Baqarah, 2:132)
Nabi Isa juga membawa agama Islam, seperti dijelaskan dalam ayat yang berbunyi sebagai berikut :
”Maka ketika Nabi Isa mengetahui keingkaran dari mereka (Bani Israil) berkata dia : Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk menegakkan agama Allah (Islam)? Para Hawariyin (sahabat beriman kepada Allah, dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang muslim” (QS. Ali Imran, 3:52).

Dengan demikian Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada Rasul-rasul-Nya untuk diajarkankan kepada manusia. Dibawa secara berantai (estafet) dari satu generasi ke generasi selanjutnya dari satu angkatan ke angkatan berikutnya. Islam adalah rahmat, hidayat, dan petunjuk bagi manusia dan merupakan manifestasi dari sifat rahman dan rahim Allah SWT.

Pengertian pendidikan itu bermacam-macam, hal ini disebabkan karena perbedaan falsafah hidup yang dianut dan sudut pandang yang memberikan rumusan tentang pendidikan itu. Menurut Sahertian (2000 : 1) mengatakan bahwa pendidikan adalah “usaha sadar yang dengan sengaja dirancangkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.”

Sedangkan Ihsan mengatakan bahwa pendidikan merupakan usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan. Atau dengan kata lain bahwa pendidikan dapat diartikan sebagai suatu hasil peradaban bangsa yang dikembangkan atas dasar pandangan hidup bangsa itu sendiri (nilai dan norma masyarakat) yang berfungsi sebagai filsafat pendidikannya atau sebagai cita-cita dan pernyataan tujuan pendidikannya (Ihsan, 1996 : 1)

Pendidikan agama dapat didefenisikan sebagai upaya untuk mengaktualkan sifat-sifat kesempurnaan yang telah dianugerahkan oleh Allah Swt kepada manusia, upaya tersebut dilaksanakan tanpa pamrih apapun kecuali untuk semata-mata beribadah kepada Allah (Bawani, 1993 : 65).
Ahli lain juga menyebutkan bahwa pendidikan agama adalah sebagai proses penyampaian informasi dalam rangka pembentukan insan yang beriman dan bertakwa agar manusia menyadari kedudukannya, tugas dan fungsinya di dunia dengan selalu memelihara hubungannya dengan Allah, dirinya sendiri, masyarakat dan alam sekitarnya serta tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa (termasuk dirinya sendiri dan lingkungan hidupnya) (Ali, 1995 : 139)
Para ahli pendidikan islam telah mencoba mendefinisikan pengertian pendidikan Islam, di antara batasan yang sangat variatif tersebut adalah :

  1. Al-Syaibany mengemukakan bahwa pendidikan agama islam adalah proses mengubah tingkah laku individu peserta didik pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam sekitarnya. Proses tersebut dilakukan dengan cara pendidikan dan pengajaran sebagai sesuatu aktivitas asasi dan profesi di antara sekian banyak profesi asasi dalam masyarakat.
  2. Muhammad fadhil al-Jamaly mendefenisikan pendidikan Islam sebagai upaya pengembangan, mendorong serta mengajak peserta didik hidup lebih dinamis dengan berdasarkan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia. Dengan proses tersebut, diharapkan akan terbentuk pribadi peserta didik yang lebih sempurnah, baik yang berkaitan dengan potensi akal, perasaan maupun perbuatanya.
  3. Ahmad D. Marimba mengemukakan bahwa pendidikan islam adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama (insan kamil)
  4. Ahmad Tafsir mendefenisikan pendidikan islam sebagai bimbingan yang diberikan oleh seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam (Tafsir, 2005 : 45)

Tujuan umum Pendidikan Agama Islam adalah untuk mencapai kualitas yang disebutkan oleh Al-Qur’an dan hadits sedangkan fungsi pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mengemban fungsi tersebut pemerintah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang-Undang dasar No. 20 Tahun 2003

Dari tujuan umum pendidikan di atas berarti Pendidikan Agama bertugas untuk membimbing dan mengarahkan anak didik supaya menjadi muslim yang beriman teguh sebagai refleksi dari keimanan yang telah dibina oleh penanaman pengetahuan agama yang harus dicerminkan dengan akhlak yang mulia sebagai sasaran akhir dari Pendidikan Agama itu.

Menurut Abdul Fattah Jalal tujuan umum pendidikan  Islam adalah terwujudnya manusia sebagai hambah Allah, ia mengatakan bahwa tujuan ini akan mewujudkan tujuan-tujuan khusus. Dengan mengutip surat at-Takwir ayat 27. Jalal menyatakan bahwa tujuan itu adalah untuk semua manusia. Jadi menurut Islam, pendidikan haruslah menjadikan seluruh manusia menjadi manusia yang menghambakan diri kepada Allah atau dengan kata lain beribadah kepada Allah.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat dewasa ini menuntut moralitas dan paham kebangsaan yang tinggi, sebab ilmu dan pengetahuan yang tidak dibarengi dengan tingkat keimanan dan moralitas yang tinggi menyebabkan pendidikan kehilangan esensinya sebagai wahana memanusiakan manusia. Banyak orang memiliki kecerdasan yang luar biasa dan prestasi yang gemilang secara akademik namun tidak memberikan manfaat yang berarti dalam lingkungan masyarakatnya, bahkan menjadi racun yang sangat membahayakan bagi eksistensi budaya dan nilai-nilai kemanusiaan karena iman dan moralitasnya rendah. Tidak sedikit kasus amoral terjadi yang dilakukan oleh anak-anak usia sekolah maupun oleh para ilmuwan, baik melalui layar televisi maupun media masa. Bagaimana seorang anak SMA memperkosa rekannya sendiri, membunuh, kecanduan obat-obat terlarang, minum-minuman keras, bunuh diri dan lain sebagainya. Hal ini menggambarkan bahwa pendidikan yang dilakukan selama ini belum menyentuh ranah kesadaran siswa.

Pelajaran Agama serta pesan-pesan moral yang disampaikan oleh guru di depan kelas, tidak mampu menjiwai setiap gerak langkah siswa dalam kehidupan masyarakatnya. Hal ini tentunya, disebabkan oleh keringnya pembelajaran yang dirasakan siswa, materi-materi pelajaran agama dianggap sebagai pelajaran tambahan yang harus dihapal, kemudian ditagih disaat ujian. Setelah ujian selesai, materi itupun segera menghilang tanpa bekas. Yang lebih parah lagi, di sekolah selama ini terkesan sebagai lembaga pengekangan, tidak ubahnya seperti penjara, dimana anak-anak didik dikekang dengan aturan yang serba ketat dan materi pelajaran yang begitu padat. Hampir tidak ada gagasan ataupun ide yang berasal dari siswa dapat berkembang dan menjadi perhatian. Dampaknya, ketika anak-anak selesai ujian nasional, mereka ramai- ramai mencoret baju, berteriak dijalanan dan ngebut-ngebutan. Seolah-olah mereka sudah bebas dan lepas dari semua pengekangan.

Inilah sebenarnya cerminan pendidikan Indonesia dewasa ini. Apabila situasi ini dibiarkan, maka bisa jadi masyarakat akan menjadi masyarakat yang rusak, masyarakat yang tidak memiliki nilai-nilai budaya yang harus dijunjung tinggi, masyarakat yang melupakan jati dirinya sendiri. Masyarakat yang cerdas dari sisi keilmuan, namun tidak memiliki kemampuan untuk mengerti dan memahami orang lain bahkan masyarakat yang tidak tahu dari mana asalnya. Di sini akan terlihat masyarakat pada kondisi yang sangat memperihatinkan, karena jauh dari nilai-nilai agama dan budaya yang ada. Untuk itu, peranan guru sangat besar dalam menanamkan nilai-nilai spiritual dan moralitas sedini mungkin, tentunya melalui pembelajaran yang memberikan ruang gerak yang lebih luas kepada siswa untuk mampu memahami diri dan orang lain disekitarnya serta mampu memahami dan menjiwai ajaran- ajaran agama yang sifatnya doktrinal secara baik dan benar. Guru hendaknya mampu berperan sebagai pembimbing untuk menuntun siswa memulai proses belajar, memimpin siswa agar hasil proses belajar sesuai dengan tujuan pengajaran, serta sebagai fasilitator dalam mempersiapkan kondisi yang memungkinkan siswa untuk melakukan kegiatan belajar.

Salah satu isu utama yang mencuat di seputar kontroversi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional baru-baru ini adalah masalah pendidikan agama di sekolah. Ada sejumlah tokoh yang berpendapat bahwa keberagamaan, sebagai urusan privat, sebaiknya menjadi wilayah keluarga dan masyarakat. Undang-undang tidak perlu mengaturnya agar  negara tidak mengintervensi wilayah privat. Bahkan ada yang berpendapat bahwa sekolah umum tidak perlu melakukan pengajaran agama karena masalah keimanan dan ketakwaaan merupakan wilayah pengajaran keluarga dan masyarakat. Dalam hal ini Tilaar (2005;14) berpandangan bahwa semakin banyak pihak yang peduli dan mengupayakan pembentukan manusia Indonesia menjadi religius, beriman, bertakwa, dan berbudi pekerti luhur semakin baiklah adanya. Negara, dalam kasus ini tidaklah masuk ke urusan privat melainkan ke urusan sosial, yakni sebatas menjagai tegaknya social fairness dalam pelaksanaan pengajaran agama di sekolah, demi keharmonisan kehidupan bersama antar umat beragama. Kalau siswa diajar agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajar oleh guru yang seagama (inilah yang diatur oleh negara melalui Undang-Undang tersebut), kiranya rasa keadilan masyarakat tidak perlu terusik. Lagi pula, dengan cara demikian sekolah-sekolah swasta bermisi keagamaan akan lebih terdorong untuk  melakukan “promosi” agama tidak secara vulgar di kelas dengan mengajarkan suatu agama pada siswa beragama lain, melainkan melalui cara-cara yang cantik dan elegan yakni melalui kecemerlangan budi-pekerti agamis yang ditampilkan oleh penganutnya atau oleh budaya sekolahnya.

Tugas pendidikan agama tidak terbatas pada individu manusia tetapi juga pada usaha pembangunan sebuah bangsa dan keseluruhannya. Dan, tugas semua pendidikan adalah membina manusia susila, manusia yang berahlak atau dengan kata lain memanusiakan manusia. Pendidikan agama di dalam suatu masa perubahan sosial mempunyai tugas khusus, dalam arti membina anak didik untuk berkelakuan benar dalam situasi yang tidak menentu patokan-patokan moralnya. Karena perubahan atau kehancuran struktur-struktur sosial lama dan tumbuhnya keadaan-keadaan baru, maka lebih dulu diperlukan manusia-manusia yang mempunyai keberanian hidup yang bersedia mampu hidup diatas kaki sendiri dan mencari nafkah sendiri tidak menggantungkan nasibnya pada pemerintah atau birokrasi-birokrasi besar.

Pembanguan suatu bangsa membutuh pengetahuan tentang kenyataan-kenyataan sosial yang ada dan kemampuan untuk menilai kenyatan-kenyataan sosial berdasarkan kriteria yang ditarik dari suatu sistem nilai. Pendidikan agama dalam membentuk manusia susila tidak dapat dan tidak boleh berjalan sendiri, kalau pendidikan agama ingin mempunyai relevansi terhadap perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat, ia harus berjalan dan bekerja sama dengan berbagai program mata pelajaran pendidikan non agama. Karena apabila tidak ada sinkronisasi antara mata pelajaran pendidikan agama dan pendidikan non agama, maka pendidikan agama hanya akan menjadi “hiasan kurikulum” belaka, yang berarti pendidikan agama yang hadir di dalam dunia sekolah selama ini tidak untuk membantu terciptanya suatu generasi baru yang lebih mampu dalam mengelola perubahan-perubahan sosial di masyarakat dan pembanguan bangsa pun tidak akan pernah berubah, bangsa ini hanya tinggal menunggu detik-detik kehancurannya.

Agama sangatlah penting dalam kehidupan manusia. Demikian pentingnya agama dalam kehidupan manusia, sehingga diakui atau tidak sesungguhnya manusia sangatlah membutuhkan agama dan sangat dibutuhkanya agama oleh manusia. Tidak saja di massa premitif dulu sewaktu ilmu pengetahuan belum berkembang tetapi juga di zaman modern sekarang sewaktu ilmu dan teknologi telah demikian maju.
  1. Agama merupakan sumber moral
Manusia sangatlah memerlukan akhlaq atau moral, karena moral sangatlah penting dalam kehidupan. Moral adalah mustika hidup yang membedakan manusia dari hewan. Manusia tanpa moral pada hakekatnya adalah binatang dan manusia yang membinatang ini sangatlah berbahaya, ia akan lebih jahat dan lebih buas dari pada binatang buas sendiri. Tanpa moral kehidupan akan kacau balau, tidak saja kehidupan perseorangan tetapi juga kehidupan masyarakat dan negara, sebab soal baik buruk atau halal haram tidak lagi dipedulikan orang. Dan kalau halal haram tidak lagi dihiraukan. Ini namanya sudah maehiavellisme. Machiavellisme adalah doktrin machiavelli “tujuan menghalalkan cara kalau betul ini yang terjadi, biasa saja  kemudian bangsa dan negara hancur binasa.

  1. Agama merupakan petunjuk kebenaran
Salah satu hal yang ingin diketahui oleh manusia ialah apa yang bernama kebenaran. Masalah ini masalah besar, dan menjadi tanda tanya besar bagi manusia sejak zaman dahulu kala. Apa kebenaran itu, dan dimana dapat diperoleh manusia dengan akal, dengan ilmu dan dengan filsafatnya ingin mengetahui dan mencapainya dan yang menjadi tujuan ilmu dan filsafat tidak lain juga untuk mencari jawaban atas tanda tanya besar itu, yaitu masalah kebenaran.
  1. Agama merupakan sumber informasi tentang masalah metafisika
Prof Arnoid Toynbee memperkuat pernyataan yang demikian ini. Menurut ahli sejarah Inggris kenamaan ini tabir rahasia alam semesta juga ingin di singkap oleh manusia. Dalam bukunya “An Historian’s Aproach to religion” dia menulis, “ Tidak ada satu jiwapun akan melalui hidup ini tanpa mendapat tantantangan-rangsangan untuk memikirkan rahasia alam semesta”. Ibnu Kholdum dalam kitab Muqaddimah-nya menulis “akal ada sebuah timbangan yang tepat, yang catatannya pasti dan bisa dipercaya. Tetapi mempergunakan akal untuk menimbang hakekat dari soal-soal yang berkaitan dengan keesaan Tuhan, atau hidup sesudah mati, atau sifat-sifat Tuhan atau soal-soal lain yang luar lingkungan akal, adalah sebagai mencoba mempergunakan timbangan tukang emas untuk menimbang gunung, ini tidak berarti bahwa timbangannya itu sendiri yang kurang tepat. Soalnya ialah karena akal mempunyai batas-batas yang membatasinya.
  1. Agama memberikan bimbingan rohani bagi manusia, baik dikala suka maupun di kala duka
Hidup manusia di dunia yang fana ini kadang-kadang suka tapi kadang-kadang juga duka. Maklumlah dunia bukanlah surga, tetapi juga bukan neraka. Jika dunia itu surga, tentulah hanya kegembiraan yang ada, dan jika dunia itu neraka tentulah hanya penderitaan yang terjadi. Kenyataan yang menunjukan bahwa kehidupan dunia adalah rangkaian dari suka dan duka yang silih berganti.
Firman Allah Swt yang artinya : “Setiap jiwa pasti akan merasakan kematian, dan engkau kami coba dengan yang buruk dan dengan yang baik sebagai ujian” (al-Ambiya, 35).
Dalam masyarakat dapat dilihat seringkali orang salah mengambil sikap menghadapi cobaan suka dan duka ini. Misalnya dikala suka, orang mabuk kepayang da lupa daratan. Bermacam karunia Tuhan yang ada padanya tidak mengantarkan dia kepada kebaikan tetapi malah membuat manusia jahat. (Shaleh, 2005: 45)

Memperhatikan hal-hal di atas maka, penyelenggaraan pendidikan agama di Indonesia dewasa ini harus terus ditingkatkan walaupun menghadapi kendala yang cukup sukar dan berat. Pendidikan agama di sekolah masih sangat banyak memerlukan perbaikan. Pendidikan dasar dan menengah hanya mempunyai sekolah bermutu dalam jumlah terbatas, baik yang milik Pemerintah maupun Swasta, sehingga belum cukup menghasilkan lulusan yang memadai untuk pelaksanaan pendidikan agama yang luas dan bermutu. Hal ini membawa konsekuensi bahwa tidak mustahil ada sejumlah siswa yang bermutu, tetapi mayoritas siswa sebagai calon kader bangsa atau umat masih belum dapat dijamin mutunya untuk mengisi dan menjalankan aneka ragam pekerjaan dan professi yang ada dalam satu masyarakat Abad ke 21.

Daftar Pustaka

Ali. M. 2000. Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung. Sinar Baru Algesindo Offset.
Anam, Saipul. 2005. Indra Djati Sidi Dari ITB Untuk Pembaruan Pendidikan. Jakarta:              Mizan Publika.
Arikunto, Suharsimi dan Cepi Safruddin Abdul Jabar. 2004. Evaluasi Program Pendidikan Pedoman Teoretis Praktis Bagi Praktisi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Azwar, Saifuddin. 2002. Pengantar Psikologi Intelegensi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dahar, Ratna Wilis. 1989. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Zuhaerini, 1983. Metodik Khusus Pendidikan Agama. Surabaya : Usaha Nasional.
Drajat, Zakiah, 1992. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara
Tafsir, Ahmad, 2005. Ilmu Pendidikan Dalam Persfektif Islam, Bandung : Remaja Rosdakarya
Riyanto, Yatim. 2006. Pengembangan Kurikulum dan Seputar Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), IKAPI : Universiti Press.
Shaleh, Abdul, Rahman, 2005.  Pendidikan Agama dan Pembangunan Untuk Bangsa. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More